Kebijakan Perdagangan Luar negeri (tugas softskill Perekonomian indonesia)

                                                  Kebijakan Perdagangan Luar Negeri


1. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.

Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.
Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.

2. Perkembangan Ekspor Indonesia
Perkembangan ekspor di Indonesia di pengaruhi oleh dinamika perekonomian global.
ekspor di Indonesia pada tahun 2011 mengalami  penurunan sebesar 14,11 persen di banding desember 2010, yaitu  dari US $ 16.829,9 Juta menjadi US $ 14.454,5 Juta.
Ekspor Indonesia ke Jepang terus menurun dalam lima tahun terakhir akibat diversifikasi ekspor, tetapi negara itu masih menduduki peringkat pertama sebagai negara tujuan ekspor Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia ke Jepang sepanjang 2010 sebesar Rp16,496 miliar dolar AS.


3. Tingkat Daya Saing
Tingkat daya saing ekspor komoditi perkebunan Indonesia dengan 4 negara ASEAN yaitu Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand. Metode analisa daya saing yang digunakan adalah indikator Revealed Comparative Advantage (RCA). Komoditi ekspor yang akan diteliti yaitu cengkeh, jahe, jambu mete, biji jarak, biji kakao, kapas,  pala-kapulaga, kayu manis, karet alam, kelapa, minyak sawit, kopi (green coffee), lada (white/long/black), panili,  tebu, teh dan tembakau. Periode yang diteliti adalah tahun 1994 sampai 2003 atau selama 10 tahun. Negara yang diteliti meliputi Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand. Penelitian ini menggunakan Spearman Rank Correlation untuk meneliti korelasi RCA antara Indonesia dengan negara ASEAN lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat daya saing tinggi dalam ekspor perkebunan dengan nilai rata-rata RCA dari 17 komoditi ekspor utama perkebunan sebesar 10,47. Peringkat lima besar komoditi dengan rata-rata RCA tertinggi adalah minyak sawit (25,39), kayu manis (24,6), lada (23,26), kapulaga-pala (18,86) dan panili (17,46). Jika dibandingkan dengan 4 negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki tingkat daya saing tertinggi dalam ekspor perkebunan. Nilai rata-rata RCA masing-masing adalah 10.7 (Indonesia), 3.8 (Malaysia), 0.19 (Phillipina), -0.93 (Singapura) dan 2.32 (Thailand). Dari analisa Spearman Rank Correlation dapat disimpulkan bahwa RCA Indonesia tidak memiliki korelasi dengan negara ASEAN yang diteliti. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum ketiga negara yang diteliti (Thailand, Phillipina dan Malaysia) bukan merupakan pesaing bagi Indonesia dalam ekspor komoditas perkebunan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar